Sejarah Panjang Mobil Volkswagen Di Indonesia (Part II, Era Orde Baru)

PT. PIOLA mendaftarkan keagenan, merek dagang dan logo VW ke Departemen Perdagangan Republik Indonesia. Pada 1970, VW merupakan satu-satunya perusahaan otomotif di Indonesia yang mempekerjakan perempuan untuk menjual mobil (sales lady).

Foto: Wenda Wonoseputro, sales lady PT. PIOLA. Dari 60 pelamar, ia salah satu dari 5 orang yang tersaring. Terhitung 5 Januari 1970, bergabung dengan PT. PIOLA. Menjadi satu-satunya sales lady yang mampu bertahan setelah masa kerja 10 bulan.
Foto: Wenda Wonoseputro, sales lady PT. PIOLA. Dari 60 pelamar, ia salah satu dari 5 orang yang tersaring. Terhitung 5 Januari 1970, bergabung dengan PT. PIOLA. Menjadi satu-satunya sales lady yang mampu bertahan setelah masa kerja 10 bulan.

Memasuki 1970, merk VW populer namun PT. PIOLA justru limbung. Pemerintah Indonesia menilai kesalahan PT. PIOLA terletak pada cara mengelolanya, bukan produknya yang buruk. Oleh sebab itu VW harus diselamatkan. Pemerintah Indonesia atas perintah Presiden Soeharto kemudian akan membentuk perusahaan baru yang nantinya mengelola merek VW di Indonesia.

Foto: Dr. J.K. Panggabean bersama Presiden Soeharto dan Ibu Tien Soeharto, dalam sebuah acara kenegaraan.Foto: Dr. J.K. Panggabean bersama Presiden Soeharto dan Ibu Tien Soeharto, dalam sebuah acara kenegaraan.

Permasalahan yang dihadapi PT. PIOLA pada waktu itu antara lain melemahnya mata uang Dollar AS dan menguatnya Mark Jerman, membuat impor mobil VW dari Jerman menjadi mahal. Munculnya mobil-mobil sub compact dari Jepang yang harganya lebih murah membuat konsumen pun mulai melirik mobil lain. Dibutuhkan modal yang lebih besar untuk bisa meningkatkan pemasaran VW di Indonesia dan menghadapi pesaing Jepang.

Sehingga alasan pengalihan ini lebih mengandung unsur politis dan semata-mata karena keinginan Volkswagen AG sendiri. Alasan lainnya, dengan memiliki akses yang lebih besar kepada penguasa/pemerintah dan modal lebih kuat, diharapkan VW dapat lebih bersaing dengan mobil Jepang yang mulai masuk ke pasar mobil Indonesia pada waktu itu.

Foto: Mobil VW di kawasan perniagaan Glodok Jakarta pada 1970.Foto: Mobil VW di kawasan perniagaan Glodok Jakarta pada 1970.

Dalam kunjungan kenegaraannya ke Jerman Barat (4-6 September 1970), Presiden Soeharto mengadakan pertemuan dengan para industriawan dan pengusaha Jerman Barat.

Pada 1970, Volkswagen AG memasuki pasar Indonesia dan, bersama-sama dengan Daimler-Benz AG dan perusahaan Indonesia mendirikan sebuah perusahaan perakitan PT. German Motor Manufacturing. Seorang wakil dari Volkswagen AG menjabat sebagai Direktur Keuangan; eksekutif lainnya dari Wolfsburg untuk meningkatkan produksi. Pabrik perakitan ini yang akan meng-assembling mobil VW dan Mercedes-Benz di Indonesia. Pendirian pabrik perakitan terpisah dari agen tunggal mengacu kepada peraturan Pemerintah Indonesia ketika itu. Selanjutnya, pabrik perakitan dibangun di Jl. Sulawesi 1 Tanjung Priok, Jakarta.

Foto: Tipe 3 Notchback (seri 1500 A) di depan Gedung Pusat Bank Negara Indonesia 1946, di Jalan Lada dekat Stasiun Kota (BeOS) Jakarta pada 1970.Foto: Tipe 3 Notchback (seri 1500 A) di depan Gedung Pusat Bank Negara Indonesia 1946, di Jalan Lada dekat Stasiun Kota (BeOS) Jakarta pada 1970.

Pada akhir 1970, Meksiko mengirim misi dagang ke Indonesia dipimpin Menteri Perdagangan Elisco Mondoza Berrueto. Pada waktu itu telah dilakukan penjajagan untuk mengekspor 900 unit mobil jeep Safari ke Indonesia.

Di Jakarta Fair 1971, VW 181 dipamerkan di stand VW PT. PIOLA dan dipopulerkan di Indonesia juga dengan nama jeep Safari. Bermesin 4 silinder 1600 cc, 2-wheel drive. Dapat memuat 5 orang penumpang dan barang-barang sebanyak 350 kg.

Foto: Stand VW PT. PIOLA di Jakarta Fair Grounds (Arena Pekan Raya Jakarta) pada Juni 1971.Foto: Stand VW PT. PIOLA di Jakarta Fair Grounds (Arena Pekan Raya Jakarta) pada Juni 1971.

Pada 23 September 1971, resmi didirikan PT. Garuda Mataram Motor Company (selanjutnya disebut PT. Garuda Mataram), yang merupakan investasi TNI Angkatan Darat. Keagenan VW dialihkan dari PT. PIOLA kepada PT. Garuda Mataram menjadikan perusahaan ini sebagai sole agentsole assembler dan sole distributor VW di Indonesia. PT. PIOLA sendiri kemudian menjadi dealer (penyalur) tetap.

Presiden Direktur PT. Garuda Mataram kala itu adalah Brigjen. Sofjar dari BKS KOSTRAD, sedangkan Presiden Komisarisnya adalah Panglima KOSTRAD. Para pemegang saham: Brigjen. Sofjar (Perwira Keuangan, KOSTRAD) 25%, Jenderal Cokropranolo (Aspri) 25%, Herman Setyadi (pengusaha keturunan) 25%, Sjarief Margetan (pengusaha keturunan dari kelompok Maxim/Mantrust) 25%.

Foto: PT. German Motor Manufacturing sebagai pabrik dan perakitan bersama produk Volkswagen dan Daimler-Benz di Indonesia yang berada di Jalan Sulawesi 1, Tanjung Priok, Jakarta.Foto: PT. German Motor Manufacturing sebagai pabrik dan perakitan bersama produk Volkswagen dan Daimler-Benz di Indonesia yang berada di Jalan Sulawesi 1, Tanjung Priok, Jakarta.

Di tangan PT. Garuda Mataram, VW mulai kembali dipasarkan di Indonesia dan akan di-assembling di PT. German Motor Manufacturing. Selain mengandalkan produk Beetle, Combi/Microbus dan Safari, perusahaan berplat hijau ini juga berencana memasarkan tipe VW lainnya. PT. Garuda Mataram berharap dapat memasok kebutuhan mobil VW di masyarakat Indonesia, termasuk di instansi militer dan instansi pemerintah Indonesia.

pada Oktober 1971 Dr. Kurt Lotz digantikan oleh Dr. Rudolf Leiding sebagai CEO Volkswagen AG yang baru.

Pada 1972, PT. German Motor Manufacturing mulai meng-assembling Safari, kemudian menyusul Beetle 1302/1200. Khusus untuk Safari, sebanyak 900 kit CKD di datangkan dari pabrik VW di Puebla, Meksiko. Sedangkan untuk Beetle, kit CKD didatangkan dari pabrik VW di Wolfsburg, Jerman.

Foto: Safari milik mantan Ka. Daerah Wonosobo (1957-1959) Rapingoen Wimbo Hadi Soejono pada pawai perayaan HUT Kabupaten Wonosobo di alun-alun kota pada 1972.Foto: Safari milik mantan Ka. Daerah Wonosobo (1957-1959) Rapingoen Wimbo Hadi Soejono pada pawai perayaan HUT Kabupaten Wonosobo di alun-alun kota pada 1972.

K 70 L diimpor built-up dan diperkenalkan di Indonesia. Berbeda dengan kebiasaan mobil-mobil VW pada waktu itu, K 70 L bermesin di depan, 4 silinder 1600 cc, berpendingin air. Tidak ada data penjualan kendaraan ini. Salah satu K 70 L diserahkan kepada Presiden Soeharto, dan digunakan oleh putrinya Siti Hardijanti Rukmana.

Foto: K 70 L.Foto: K 70 L.

Sempat juga diimpor VW 412 dalam jumlah terbatas dan dipasarkan di Indonesia. Sejumlah VW 412 kemudian dijadikan mobil dinas perwira di TNI – AU.

Di Jakarta Fair 1972, sejumlah 13 tipe VW dipamerkan di stand PT. Garuda Mataram yang cukup besar. Mobil-mobil unggulan yang dipamerkan antara lain Beetle 1302, K 70 L, dan Safari. Berbeda dengan tahun sebelumnya, di Jakarta Fair 1971, dimana VW hanya dipamerkan dalam ruang yang terbatas oleh PT. PIOLA.

Foto: Upacara penyerahan 57 mobil VW pesanan DPR di Jakarta Fair Hall pada 20 November 1972. Ke-57 mobil itu terdiri dari 49 sedan Beetle 1302, 2 jeep Safari, dan 6 Combi.Foto: Upacara penyerahan 57 mobil VW pesanan DPR di Jakarta Fair Hall pada 20 November 1972. Ke-57 mobil itu terdiri dari 49 sedan Beetle 1302, 2 jeep Safari, dan 6 Combi.

Sejak 1972, mobil Dune Buggy mulai terlihat berkeliaran di jalan-jalan di Jakarta. Bentuknya yang unik, dan bunyi mesinnya yang menderu-deru banyak menarik perhatian. Orang mengira bahwa mobil tersebut adalah jenis mobil sport yang biasa dipakai ngebut. Sebenarnya perkiraan ini salah sama sekali.

Foto: Dune Buggy di Jakarta pada 1973.Foto: Dune Buggy di Jakarta pada 1973.

Sesuai dengan namanya, Dune Buggy adalah mobil pasir, yang biasa digunakan untuk bersenang-senang di daerah berpasir. Hanya kebanyakan Buggy di Indonesia lebih sering bergaya di jalan-jalan raya dalam kota daripada digunakan untuk piknik di pantai berpasir.

Memasuki tahun 1973, ekspansi pasar mobil-mobil Jepang yang makin merajalela dipelopori Toyota dan Mitsubishi, pelan-pelan menggencet pasaran mobil-mobil Jerman yang didominasi VW dan Mercedes Benz. Pasaran mobil-mobil penumpang yang tergolong kelas menengah dan kelas atas sudah dimasuki produk-produk Toyota dan Mazda.

Tinggal sekarang pasaran mobil-mobil serbaguna untuk di daerah-daerah pedalaman dimana jalan-jalannya tidak sebaik jalan di perkotaan, yang kadang-kadang hanya berlapis tanah bebatuan. Disinilah pasar persaingan boleh dikatakan seimbang antara Toyota, Mitsubushi, Willys dan VW. Di pasar yang masih cukup menguntungkan ini, VW harus membagi pasar dengan Toyota lewat pasanan dari Departemen Pertahanan dan Keamanan RI (HANKAM), sehingga di tiap wilayah KODAM dan KOREM kini berseliweran Toyota Land Cruiser hijau tentara, sedangkan jeep Safari di KODAM se-Indonesia.

Foto: Prajurit TNI-AD (dengan pakaian sipil) di depan kendaraan dinas jeep Safari, sekitar 1973.Foto: Prajurit TNI-AD (dengan pakaian sipil) di depan kendaraan dinas jeep Safari, sekitar 1973.

Pada 1973, Safari mulai dipasarkan dalam jumlah besar ke pihak pemerintah. Berita di Majalah Tempo, edisi Juni 1973: “PT. Garuda Mataram Motor Company yang telah mengambil alih peranan importir-penyalur tunggal. VW yang tadinya dipegang PT. PIOLA berusaha memasarkan jeep Safari untuk memudahkan gerak aparat Pemda-Pemda di pelosok-pelosok yang sukar dicapai mobil sedan.

Sukses pertama dicapai di Jawa Tengah, dengan pembelian 150 VW Safari yang sebagian besar diserahkan pada para Wedana di sana awal Mei lalu. Dan para Wedana yang begitu terkesima menerima “hadiah” yang menurut pengakuan orang Astra sendiri “lebih kuat dari pada Land Cruiser Toyota”, baru kemudian menyadari bahwa konsekwensi hadiah itu tidak ringan Kebanyakan Wedana sudah lanjut usianya dan tidak biasa menyetir mobil sehingga mau tidak mau mereka harus menggaji supir dari kantong sendiri. Tapi itu belum apa-apa dibandingkan dengan yang menjadi beban para Bupati, yang terpaksa harus ikut menanggung pengangsuran kredit Safari itu selama 3 tahun. Dari setiap Safari pesanan Gubernur Munadi seharga Rp.2,6 juta lebih, para Bupati harus mencicil 47 ribu rupiah tiap bulan. Belum termasuk ongkos-ongkos perawatan serta biaya bensin. Tidak heran bila ada Bupati menyatakan keberatannya, seperti yang dilaporkan wartawan Kompas 16 Mei lalu.

Foto: Pak Kyai (kanan) sedang menerima tamu Wedana (kiri), sekitar 1970-an, di Pondok Pesantren Pabelan Kabupaten Magelang, Jawa Tengah. Di belakang, 3 bocah sedang asyik bermain di depan Safari. Bagi anak-anak jaman itu mobil VW adalah sesuatu yang menakjubkan.Foto: Pak Kyai (kanan) sedang menerima tamu Wedana (kiri), sekitar 1970-an, di Pondok Pesantren Pabelan Kabupaten Magelang, Jawa Tengah. Di belakang, 3 bocah sedang asyik bermain di depan Safari. Bagi anak-anak jaman itu mobil VW adalah sesuatu yang menakjubkan.

Besar kemungkinan sang Bupati akan lebih bersyukur seumpama pengangsuran kredit Safari untuk Wedana-Wedana itu langsung ditanggung seluruhnya oleh Bank Pembangunan Daerah Jateng atau dibebankan pada anggaran Propinsi. Atau mereka ikut diberi hak memutuskan berapa Safari yang dapat dibiayai dari kas Kabupaten, dan tidak sekedar menerima droping yang mau tidak mau harus dilunasi meskipun anggaran Kabupaten sudah pas-pasan sekali. Adakah kasus Jawa Tengah ini dapat menjadi bahan pemikiran para Gubernur lain, belum lagi jelas. Namun sial bagi Garuda Mataram, sementara tawaran pada propinsi lain tengah diajukan, harga patokan VW CKD dinaikkan Pemerintah setelah Dollar Amerika turun dan Mark Jerman naik nilainya. Padahal saingan mereka, Toyota Astra, telah berbangga bahwa harga Toyota hanya naik 5 (TEMPO, 19 Mei 1973). Walhasil, medan persaingan tambah berat kendati volume pasaran sama sekali belum sarat. Apakah patokan harga yang banyak dipengaruhi pasangsurutnya Yen, Mark versus Dollar itu akan mendorong Indonesia membuat pabrik-pabrik onderdil, entahlah.”

Ketika Brigjen. Sofjar meninggal pada 1973, jabatan Direktur Utama PT. Garuda Mataram dialihkan Presiden Soeharto kepada Kol. Arifin Adil.

Foto: Perakitan VW bersama Mercedes-Benz di Pabrik Perakitan PT. German Motor Manufacturing di Tanjung Priok, Jakarta.Foto: Perakitan VW bersama Mercedes-Benz di Pabrik Perakitan PT. German Motor Manufacturing di Tanjung Priok, Jakarta.

Model terbaru Beetle 1303 dan 1200 di-assembling dan dipasarkan di tahun 1973. Combi/Microbus yang tahun lalu masih diimpor built-up dari Jerman, di tahun ini sudah di-assembling di Indonesia.

Pada 1974 model baru Passat LS dan L di-assembling di Indonesia. Sayangnya Passat produksi pertama 1974 ini ternyata banyak mengecewakan pembelinya. Sebab pada 44 unit Passat rakitan pertama telah terjadi salah pasang. Entah karena para teknisi perakit bingung membedakan tipe LS dengan S, atau karena hal lain. Mesin 1500 cc yang seharusnya dipasang ke tipe LS, dipasang ke tipe L, dan begitu pula sebaliknya, mesin 1300 cc yang seharusnya dipasang ke tipe L, dipasang ke tipe LS. Akibatnya mesin 1300 cc kepayahan menarik AC yang terpasang di Passat LS. Sedangkan di Passat L perlengkapan AC tidak termasuk standard, namun bila dikehendaki tersedia AC khusus Passat L produksi pabrik VW. Kesalahan lainnya terdapat pada sistem transmisi, bila dimasukan ke gigi 1 kadang-kadang mobil tidak maju malah mundur, demikian pula bila mobil hendak dimundurkan malah maju, membuat repot pengemudinya bila harus menelusuri jalanan macet.

Foto: Passat L di showroom PT. Garuda Mataram di Gedung Jaya Lt. Dasar Jl. M.H. Thamrin, Jakarta.Foto: Passat L di showroom PT. Garuda Mataram di Gedung Jaya Lt. Dasar Jl. M.H. Thamrin, Jakarta.

Akibat dari permasalahan tersebut, Passat akhirnya hanya dipasarkan selama 18 bulan. Kekeliruan pada Passat LS dan L rakitan pertama ini mengakibatkan orang tidak mempercayai produksi Passat seterusnya. Padahal di luar produksi pertama yang 44 unit tersebut telah mengalami perbaikan-perbaikan. Kejelekan Passat produksi pertama terlanjur menyebar dari mulut-ke mulut.

Pada akhirnya keinginan PT. Garuda Mataram untuk manufacturing sendiri mobil di dalam negeri bisa terlaksana di tahun 1974. Sekalipun sebagai permulaan, mesin 1600 cc dan chasis masih diimpor dari Jerman. Karoseri body-nya dibuat oleh PT. Sakura Steel, Jakarta. Dan mobil VW pertama made in Indonesia ini diberi nama MITRA, yang merupakan singkatan dari “Mini Transport Rakyat”. Dalam bahasa Sansekerta, MITRA berarti “teman, kawan atau sahabat”. Jadi dalam hubungannya dengan mobil ini, MITRA juga bisa diartikan sebagai TEMAN DALAM BERUSAHA. Keunikan mobil ini, mesinnya berada di depan. Prototipe MITRA kemudian menjalani masa percobaan untuk menguji kemampuannya.

Foto: Prototipe MITRA Pick-Up.Foto: Prototipe MITRA Pick-Up.

Dengan mesin 1600cc, MITRA memiliki konsumsi bensin 10 liter untuk 100 Km dan telah dinyatakan lulus uji kelaikan jalan (Jawa-Bali) 10.000 Km tanpa berhenti. Rangka, tangki bensin dan landasannya kemudian dibuat oleh PT. PINDAD Bandung. Kacanya 200% lebih mahal dibanding harga impor adalah buatan PT. Asahimas. “Makin banyaknya local content (buatan domestik) harga malah makin tinggi,” kata Wanandi yang menunjuk pada kaca sebagai contoh. Seluruh karoseri adalah produksi PT. German Motor Manufacturing yang juga merakit kendaraan itu. Mengetahui pasaran sedang lesu, PT. Garuda Mataram mencoba menawarkan penjualannya dengan bantuan kredit bank. Tercatat ada dua perusahaan yang pertama kali memesannya, yaitu PT. PROPELAD (Proyek Perhotelan Angkatan Darat) dan PT. Pelita Air Service.

Pada 18 Juni 1974, beberapa mobil MITRA dan komponen-komponennya diperlihatkan kepada Presiden Soeharto di Bina Graha Jakarta, atas inisiatif Menteri Perindustrian M. Jusuf didampingi Direktur PT. Garuda Mataram Arifin Adil.

Foto: Presiden Soeharto antusias mengamati MITRA didampingi Menteri Perindustrian M. Jusuf dan Direktur PT. Garuda Mataram Arifin Adil (berkaca mata) di Bina Graha, Jakarta.Foto: Presiden Soeharto antusias mengamati MITRA didampingi Menteri Perindustrian M. Jusuf dan Direktur PT. Garuda Mataram Arifin Adil (berkaca mata) di Bina Graha, Jakarta.

Secara spontan Presiden Soeharto menunjukkan simpati besar atas prestasi PT. Garuda Mataram tersebut, bahkan mencoba mengendarai sendiri untuk merasakan bagaimana rasanya naik mobil buatan Indonesia ini. Pada akhir pengamatan serta mencoba sendiri itu, Presiden memberikan ucapan selamat pada pimpinan PT. Garuda Mataram sambil berkata, “MITRA baik.”

Foto: Presiden Soeharto mencoba sendiri mobil MITRA di Bina Graha.Foto: Presiden Soeharto mencoba sendiri mobil MITRA di Bina Graha.

Foto: Presiden Soeharto mendengarkan penjelasan dari Direktur PT. Garuda Mataram  Arifin Adil (berkaca mata) tentang komponen-komponen MITRA buatan dalam negeri.Foto: Presiden Soeharto mendengarkan penjelasan dari Direktur PT. Garuda Mataram Arifin Adil (berkaca mata) tentang komponen-komponen MITRA buatan dalam negeri.

Sekitar Juli 1974, film “The Love Bug” mulai diputar di gedung-gedung bioskop di Indonesia. PT. Garuda Mataram menjadi sponsor, bekerjasama dengan pihak importir film, dengan memberikan hadiah sebuah VW Beetle 1200 terbaru buatan tahun 1974 kepada penonton yang beruntung, diundi dari karcis film yang terjual. Film “The Love Bug” menjadi sangat populer di Indonesia. Di Jakarta film ini diputar selama 7 minggu di 20 gedung bioskop dengan 150.135 karcis terjual. Di Surabaya selama 5 minggu di 7 gedung bioskop dengan 71.088 karcis terjual. Di Bandung selama 5 minggu di 6 gedung bioskop dengan 42.264 karcis terjual. Menyusul di Semarang, Yogyakarta dan kota lainnya di Indonesia.

Foto: Iklan film "The Love Bug" di Koran Harian Suara Merdeka tanggal 14 Oktober 1974.Foto: Iklan film “The Love Bug” di Koran Harian Suara Merdeka tanggal 14 Oktober 1974.

PT. Garuda Mataram membuat Safari Hardtop, dengan atap kombinasi dari fiberglass dan rangka besi, dan hanya digunakan untuk keperluan promosi. Desain Hardtop ini mencontoh dari model aslinya yang dirilis oleh VW di Meksiko dan Amerika Serikat di tahun 1973.

Pada Oktober 1974, melalui Gubernur Jawa Barat Solichin GP, Kol. Arifin Adil selaku Direktur PT. Garuda Mataram menyerahkan 60 unit jeep Safari. Mobil-mobil Safari tersebut kemudian diteruskan untuk digunakan oleh Wedana-Wedana dari 19 kabupaten di daerah Jawa Barat. Dalam kesempatan itu tampak hadir Ir. Adi Saputra dan Theo Sommer dari PT. Motor Pon selaku dealer VW di Jawa Barat. Sedangkan harga sebuah Safari ialah Rp. 2.850.000,- yang dibayar lunas secara cicilan selama 3 tahun tanpa dipungut bunga.

Foto: Penyerahan & uji coba Safari dari dealer VW di Bandung, PT. Motor Pon, kepada Pemerintah Daerah Jawa Barat di halaman Gedung Pakuan Jl. Otto Iskandar Dinata 1 Bandung, yang diterima langsung oleh Gubernur Jawa Barat, Solichin GP pada Oktober 1974.Foto: Penyerahan & uji coba Safari dari dealer VW di Bandung, PT. Motor Pon, kepada Pemerintah Daerah Jawa Barat di halaman Gedung Pakuan Jl. Otto Iskandar Dinata 1 Bandung, yang diterima langsung oleh Gubernur Jawa Barat, Solichin GP pada Oktober 1974.

PT. German Motor Manufacturing mulai meng-assembling Safari model terbaru, yang akan dipasarkan pada 1975. Sampai akhir 1974, Kit CKD yang didatangkan dari Pabrik VW di Meksiko seluruh komponennya masih buatan VW Jerman, namun mulai 1975 kit CKD akan didatangkan, seluruh komponennya termasuk mesin sudah buatan VW Meksiko. Karena Volkswagen AG sudah menghentikan produksi komponen/parts VW 181 di Jerman, dan mengalihkan seluruhnya kepada Volkswagen de México, SA de CV.

Foto: Pabrik perakitan PT. German Motor Manufacturing di Tanjung Priok, Jakarta pada 1974. Beberapa Safari model terbaru 1975 warna biru, di antara Safari warna oranye dan putih model 1974.Foto: Pabrik perakitan PT. German Motor Manufacturing di Tanjung Priok, Jakarta pada 1974. Beberapa Safari model terbaru 1975 warna biru, di antara Safari warna oranye dan putih model 1974.

Dengan total tenaga kerja 1.000 karyawan, PT. German Motor Manufacturing pada 1974 telah merakit setidaknya 4.094 unit VW berbagai tipe.

Trio Albert Panggabean, M. Siborutorop dan Palto BS. (dari VW Club Indonesia) berhasil merebut Juara Umum 1 IPMJ Jaya Bali Rally IV 1974. Menggunakan VW 1303, Albert Panggabean dan kawan-kawan meraih hadiah utama sebuah sedan Subaru 1.400 DL dari PT. Insan Apollo. Reli IPMJ Jaya-Bali 1974 berlangsung selama 6 hari (27 Agustus – 1 September) dan diikuti oleh 79 peserta.

Foto: Drs. Erwin Arellano Pohe selaku Sales Manager PT. Garuda Mataram dan Sekretaris Umum VW Club Indonesia, ketika mendampingi anggota-anggota VW club yang ikut serta dalam IPMJ-Agip Sint 2000 Autorally 1975.Foto: Drs. Erwin Arellano Pohe selaku Sales Manager PT. Garuda Mataram dan Sekretaris Umum VW Club Indonesia, ketika mendampingi anggota-anggota VW club yang ikut serta dalam IPMJ-Agip Sint 2000 Autorally 1975.

Pada 1975, MITRA – Combi versi Indonesia – mulai diproduksi dan dipasarkan. Dalam promosinya, PT. Garuda Mataram mengklaim sebagai “Kendaraan Pertama Buatan Indonesia“. Chasis-nya telah dibuat di dalam negeri oleh PT. PINDAD Bandung. Karoseri mobil dibuat oleh PT. German Motor Manufacturing. Sebanyak 40% komponennya adalah buatan dalam negeri, mengacu pada peraturan pemerintah ketika itu. MITRA dipasarkan dengan harga Rp.1.700.000,- jauh di bawah harga Kombi dan Microbus yang ketika itu dipasarkan dengan harga Rp.3.750.000,- dan Rp.3.950.000,-.

Foto: Chassis dan Cowl MITRA yang memungkinkan berjenis-jenis Karoseri.Foto: Chassis dan Cowl MITRA yang memungkinkan berjenis-jenis Karoseri.

Di Jakarta Fair 1975, MITRA dipamerkan bersama-sama dengan Toyota Kijang, Vauxhall Morina, dan Datsun Sena. Oleh Pemerintah mobil-mobil ini dikategorikan sebagai Basic Utility Vehicle (BUV).

Foto: VW 411, Combi dan Beetle di kemacetan Jalan M.H. Thamrin, Jakarta, sekitar pertengahan 1970-an.Foto: VW 411, Combi dan Beetle di kemacetan Jalan M.H. Thamrin, Jakarta, sekitar pertengahan 1970-an.

PT. Garuda Mataram mengumumkan bahwa Golf yang direncanakan di-assembling di Indonesia pada tahun ini, masih harus menunggu saat yang tepat. Pertama, karena masih banyak peminat model Beetle, baik model 1303 maupun 1200. Kedua, karena masih adanya permasalahan dengan Passat, sehingga tidak mau mengambil resiko dengan Golf. Saat itu stock Passat yang belum terjual masih banyak di pool Cawang.

Sepanjang tahun 1975, posisi pemasaran mobil buatan Jerman merk VW di Indonesia menempati urutan ke delapan dengan penjualan 3.317 unit. Sebesar 30% dari seluruh penjualannya adalah kepada pihak pemerintah.

Foto: VW Country Buggy di Sentani, Papua pada 1975. Kabarnya, pada 1968, masuk 10 unit mobil ini dari Australia untuk keperluan tugas-tugas pelayanan Gereja Protestan di  Papua (d/h Irian Jaya).Foto: VW Country Buggy di Sentani, Papua pada 1975. Kabarnya, pada 1968, masuk 10 unit mobil ini dari Australia untuk keperluan tugas-tugas pelayanan Gereja Protestan di Papua (d/h Irian Jaya).

Untuk kelancaran Pemilihan Umum (PEMILU) 1977, Pemerintah Indonesia sejak Februari 1976 telah memesan 3.500 unit Safari. Ternyata jumlah itu masih kurang dan di Agustus 1976 ditambah lagi 2.500 unit. Sehingga bisa dibagikan secara merata ke semua kecamatan di kabupaten dan kotamadya seluruh Indonesia.

Maka kit CKD Safari diimpor dalam jumlah besar dari pabrik VW di Puebla, Meksiko untuk mobil PEMILU 1977 dan menjadi jatah bagi para Camat seluruh Indonesia, sebagai upaya untuk memenangkan salah satu partai peserta PEMILU saat itu.

Pada Maret 1976, PT. German Motor Manufacturing telah merakit 10.000 unit VW berbagai tipe.

Safari Hardtop ditawarkan sebagai optional mulai tahun ini karena adanya permintaan pasar dan dibuat khusus berdasarkan pesanan pembeli.

General Manager PT. Garuda Mataram Peter Falkenberg memperkenalkan jeep Safari khusus untuk pariwisata dihadapan pejabat Direktorat Jenderal Pariwisata di Jakarta. Ditawarkan dengan harga Rp. 3.700.000,-, sebuah harga yang masuk akal disini . Safari model ini dipopulerkan pada 1973 di Meksiko dan Amerika Serikat dengan nama Acapulco. Untuk tahap pertama dibuat 10 unit dengan warna kombinasi biru-putih dan oranye-putih di pabrik PT. German Motor Manufacturing, dengan atap surrey (dan kelengkapannya) yang diimpor langsung dari pabrik VW di Meksiko. Sayangnya karena tidak ada permintaan untuk Safari model ini, kemudian dijual sebagai Safari biasa dengan atap kanvas standard warna tan atau hitam melalui dealer-delaer VW di Pulau Jawa dan Bali.

Foto: General Manager PT. Garuda Mataram Peter Falkenberg didampingi pejabat dari Direktorat Jenderal Pariwisata sedang memeriksa jeep Safari khusus pariwisata.Foto: General Manager PT. Garuda Mataram Peter Falkenberg didampingi pejabat dari Direktorat Jenderal Pariwisata sedang memeriksa jeep Safari khusus pariwisata.

Model baru Beetle 1200 dipasarkan pada tahun ini. Dengan sedikit perubahan pada lampu sein depan yang pindahkan ke bumper depan, serta kursi pengemudi dan penumpang depan sekarang memiliki sandaran kepala.

Pada 11 Agustus 1976, Presiden Soeharto secara simbolis menyerahkan 60 unit mobil patroli jalan raya kepada Kapolri Jenderal (Pol.) Widodo Budidarmo, di Bina Graha, Jakarta. Mobil-mobil yang diserahkan itu adalah 30 unit pick-up MITRA Double Cabin dan 30 unit sedan Beetle 1303. Keenam puluh mobil tersebut dilengkapi antara lain dengan sirene dan alat komunikasi untuk polisi. Setelah acara penyerahan, Presiden meninjau sebagian dari mobil-mobil tersebut yang diparkir di halaman Bina Graha.

Foto: Presiden Soeharto meninjau salah satu 1303 yang baru diserahkan kepada POLRI, didampingi Kapolri Jenderal (Pol.) Widodo Budidarto, Menteri/Sekretaris Negara Mayjen. Sudharmono, SH. dan Direktur PT. Garuda Mataram Arifin Adil.Foto: Presiden Soeharto meninjau salah satu 1303 yang baru diserahkan kepada POLRI, didampingi Kapolri Jenderal (Pol.) Widodo Budidarto, Menteri/Sekretaris Negara Mayjen. Sudharmono, SH. dan Direktur PT. Garuda Mataram Arifin Adil.

Jenis Beetle belakangan mulai kurang disukai karena orang Indonesia saat itu banyak yang memakai supir. Dengan model dua pintu itu, untuk masuk dan keluar mobil menyulitkan bagi para tuan dan nyonya ketika itu. Model Beetle 1200 dan 1303 akhirnya dihentikan perakitannya di Indonesia pada akhir 1976. Karena di Jerman sendiri pembuatan model 1303 ini sudah dihentikan sejak 1975, sedangkan model 1200 masih dibuat dalam jumlah terbatas.

Foto: Wakil Presiden Hamengku Buwono IX mengadakan kunjungan ke berbagai Paviliun Jakarta Fair 1976 termasuk Paviliun PT. Garuda Mataram. Tampak Wakil Presiden, didampingi Gubernur DKI Jakarta Ali Sadikin, sedang mendengarkan penjelasan dari General Manager PT. Garuda Mataram Peter Falkenberg.Foto: Wakil Presiden Hamengku Buwono IX mengadakan kunjungan ke berbagai Paviliun Jakarta Fair 1976 termasuk Paviliun PT. Garuda Mataram. Tampak Wakil Presiden, didampingi Gubernur DKI Jakarta Ali Sadikin, sedang mendengarkan penjelasan dari General Manager PT. Garuda Mataram Peter Falkenberg.

PT. PIOLA akhirnya menghentikan kegiatannya di tahun 1976, karena mengalami masalah keuangan.

PT. Garuda Mataram baru menyadari kelemahannya, sesudah lima tahun sebagai agen tunggal VW di Indonesia. Walaupun merk mobil buatan Jerman ini sudah meluas dikenal dunia, pemasarannya di Indonesia ternyata tercecer sekali. Posisnya nomor delapan di belakang Mitsubishi (25.133), Toyota (15.790), Datsun (6.292), Holden (4.882), Mercedes-Benz (3.821), Daihatsu (3.647) dan Honda (3.489). Sedang diposisi 9 dan 10 masing-masing Peugeot (2.111) dan Fiat (2.029).

Pada pertengahan 1976, PT. Garuda Mataram menggandeng Yayasan Dharma Putra KOSTRAD menjadi salah satu pemegang saham sebesar 60%, mengubah kebijakan dan mengganti Direktur Utama untuk memperbaiki kinerja pemasaran dan menaikan posisi VW ke golongan ’lima besar’. Sofyan Wanandi kemudian dipilih sebagai Direktur Utama yang baru. Wanandi selagi masih jadi demonstran pada 1966, dikenal sebagai Liem Bian Koen. Melihat umur dan pengalaman Wanandi dalam bisnis, apalagi untuk mengepalai suatu usaha sebesar PT. Garuda Mataram, sebagian kalangan eksekutif perusahaan swasta agak ragu akan manfaat pengangkatan ini. Tapi Wanandi bukan sembarang anak bawang. Dia didukung oleh Yayasan Dharma Putera KOSTRAD. Sebelum jadi Direktur Utama, Wanandi sesungguhnya sudah “di belakang” sebagai Komisaris. Sofyan Wanandi adalah tangan kanan Jenderal Sudjono Humardani, yang juga Asisten Pribadi Presiden Soeharto. Rapat kerja selama dua hari kemudian dilaksanakan di Hotel Sari Pacific Jakarta, pada awal 1977, yang di hadiri 45 peserta dari 32 penyalur di seluruh Indonesia.

Kampanye kemudian dilakukan untuk mendorong para penyalur lebih banyak menjual eceran pada sektor non-pemerintah, PT. Garuda Mataram sendiri hanya memfokuskan pada partai besar dalam hal ini Pemerintah. Sebelumnya, PT. Garuda Mataram juga menjual eceraan dengan harga bersaing dengan penyalurnya sendiri. Insentif penjualan kemudian diberikan kepada penyalur disertai jaminan bahwa agen tunggal tidak akan mengecer lagi. Selama ini PT. Garuda Mataram terlalu memfokuskan pada produksi Proyek MITRA, sehingga pemasaran kurang diperhatikan. Proyek ini berhasil merangsang pembikinan karoseri dan komponen dalam negeri, namun ternyata merugi karena investasinya dirasakan terlalu besar. Walaupun merugi, PT. Garuda Mataram tetap meneruskan produksi MITRA.

Foto: Berbagai varian model MITRA.Foto: Berbagai varian model MITRA.

Hingga Februari 1977, mobil MITRA yang berhasil dijual berjumlah 751 unit. Pemasarannya dilakukan di seluruh Indonesia, dengan meng-cover 5 daerah yang dianggap strategis, yaitu Jakarta, Bandung, Surabaya, Medan dan Makassar (d/h Ujung Pandang) untuk meng-cover daerah Indonesia Timur. Mobil MITRA telah dipakai atau dipergunakan untuk PEMILU, oleh HANKAM, TNI – AD, POLRI, BUMD, hotel dan travel biro, perusahaan swasta, sebagai truk sampah, dan juga oleh rumah sakit sebagai ambulance. Disamping sebagai angkutan kendaraan umum lainnya.

Pada 1977, PT. Garuda Mataram kembali memasarkan Passat LS dan L, setelah melakukan berbagai perbaikan dalam proses perakitan. Walaupun sudah sekian lama namun cemarnya nama Passat belum hilang sama sekali. Tetapi isu-isu tersebut kemudian coba diperbaiki oleh pihak Public Relation PT. Garuda Mataram dengan menceritakan kepada calon pembeli dan penggemar-penggemar VW tentang duduk persoalan yang sebenarnya. PT. Garuda Mataram pada akhirnya harus menerima kenyataan bahwa Passat gagal untuk menarik minat pembeli pada waktu itu.

Foto: Passat LS dilihat dari samping, sepintas tidak berbeda dengan Passat L, kecuali mesinnya yang 1500 cc dan AC (built in).Foto: Passat LS dilihat dari samping, sepintas tidak berbeda dengan Passat L, kecuali mesinnya yang 1500 cc dan AC (built in).

Safari menjadi sangat popular pada PEMILU 1977 hingga sesudahnya, dengan ciri khas yang sangat mudah dikenali yaitu cat berwarna oranye serta penumpang yang terlihat gagah dengan seragam pemimpin wilayah (Camat), sehingga kemudian menjadi sangat terkenal dengan sebutan VW Camat.

Foto: Parade Safari Camat se-Kabupaten Tulungagung, Jawa Timur, menjelang PEMILU 1977.Foto: Parade Safari Camat se-Kabupaten Tulungagung, Jawa Timur, menjelang PEMILU 1977.

Foto: Penyerahan mobil PEMILU 1977 kepada Camat-Camat Kota Ujung Pandang oleh Drs. H. Moehammad Said, Sekretaris Kotamadya/Daerah Tingkat II Ujung Pandang (sekarang Makassar), Sulawesi Selatan.Foto: Penyerahan mobil PEMILU 1977 kepada Camat-Camat Kota Ujung Pandang oleh Drs. H. Moehammad Said, Sekretaris Kotamadya/Daerah Tingkat II Ujung Pandang (sekarang Makassar), Sulawesi Selatan.

Sebagai mobil serba-guna yang irit bensin, Safari terbukti kuat dan tangguh menjangkau daerah pelosok pedesaan dan pedalaman yang masih minim prasarana dan sarana jalan serta jembatan. Kebanyakan jalan-jalannya belum di aspal, dan merupakan jalan setapak yang berkubang saat hujan. Dan begitu selesai PEMILU, Safari langsung terjun melayani pembangunan.

Foto: Safari sedang menyeberangi sebuah sungai antara Palu – Parigi di Sulawesi Tengah, sekitar April, sebelum PEMILU Mei 1977. Jarak antara Palu – Parigi yang hanya 84 km biasanya harus ditempuh dalam waktu 12 jam – jika pun kendaraannya selamat. Sebab jalur jalan yang dilalui tak lebih dari jalan setapak ditambah desakan arus sungai yang harus diseberangi langsung karena tanpa jembatan.Foto: Safari sedang menyeberangi sebuah sungai antara Palu – Parigi di Sulawesi Tengah, sekitar April, sebelum PEMILU Mei 1977. Jarak antara Palu – Parigi yang hanya 84 km biasanya harus ditempuh dalam waktu 12 jam – jika pun kendaraannya selamat. Sebab jalur jalan yang dilalui tak lebih dari jalan setapak ditambah desakan arus sungai yang harus diseberangi langsung karena tanpa jembatan.

Pada November 1977, PT. Garuda Mataram memperkenalkan prototipe Mini-Bus, sebagai angkutan umum penumpang baik dalam kota maupun luar kota. Konsep pengembangan dari MITRA dengan model lebih persegi mirip mobil bus. PT. Garuda Mataram mengklaim bahwa Mini-Bus ini semakin sedikit bergantung pada komponen impor, kecuali untuk mesin, transmisi, rem dan kemudi. Sisa 60% adalah komponen buatan dalam negeri. “Kami telah mencoba mendahului (perusahaan perakitan) yang lain,” kata Direktur Utama Sofyan Wanandi pada waktu itu. Umumnya perusahaan perakitan sudah diminta oleh pemerintah supaya secara berangsur mengurangi pemakaian komponen impor, terutama untuk kendaraan niaga, yang mendapat dorongan pemerintah, keharusan menggunakan komponen domestik sangat didesak menjelang 1984. Enam tahun lagi dijadwalkan bahwa mesin pun sudah harus dibuat di dalam negeri.

Foto: Prototipe Mini-Bus.Foto: Prototipe Mini-Bus.

Meskipun VW telah lebih dulu mengikuti jadwal tersebut, pemasarannya di Indonesia – karena dikalahkan oleh kendaraan Jepang – masih ketinggalan. PT Garuda Mataram meski prihatin dengan kondisi tersebut, tapi tetap optimistis dengan Mini-Bus, yang menurut Wanandi, “boleh diandalkan.” Mini-Bus bisa memuat 16 orang, tapi bisa dirubah untuk 10 penumpang saja kalau mau lebih lega. Memungkinkan pula untuk menjadi ambulance atau mobil jenazah. Mini-Bus juga memiliki nama lain yaitu VW Komodo, nama ini berasal dari olok-olokan di lingkungan pegawai PT. Garuda Mataram.

Mini-Bus ternyata tidak laku di pasaran. Karoseri bodinya terlalu berat sehingga mengurangi kemampuan mesinnya. Proyek ini kemudian dihentikan dan 2 unit prototipe Mini-Bus yang sempat dibuat kemudian di jual ke intern pegawai PT. Garuda Mataram beberapa tahun kemudian melalui lelang.

Foto: MITRA di kepadatan Jalan M.H. Thamrin - Jakarta pada 1978. Di sebelah kiri, kantor pusat dan showroom PT. Garuda Mataram Motor Company di Gedung Jaya Lt. Dasar.Foto: MITRA di kepadatan Jalan M.H. Thamrin – Jakarta pada 1978. Di sebelah kiri, kantor pusat dan showroom PT. Garuda Mataram Motor Company di Gedung Jaya Lt. Dasar.

Dalam pertemuan antar dealer mobil VW se-Indonesia yang berlangsung di Jakarta pada awal 1978, Direktur Utama PT. Garuda Mataram, Sofyan Wanandi mengutarakan betapa berat persaingan yang harus dilakukan oleh mobil-mobil negara lain menghadapi mobil-mobil Jepang. Mobil-mobil Jepang dewasa ini menguasai hampir 90% pasar mobil di Indonesia. Apakah mobil non-Jepang di Indonesia harus mengalami nasib seperti di Australia misalnya, yaitu gulung tikar?

Foto: Karoseri MITRA buatan Perusahaan Karoseri ABC Magelang, Jawa Tengah. Hingga Maret 1978, telah dibuat 50 minibus.Foto: Karoseri MITRA buatan Perusahaan Karoseri ABC Magelang, Jawa Tengah. Hingga Maret 1978, telah dibuat 50 minibus.

Foto: Beetle 1303 Satuan Pengawal (Satwal) POLRI pada apel seluruh pasukan pengamanan dari TNI dan POLRI di Parkir Timur Senayan Jakarta usai pelaksanaan Sidang Umum MPR - Maret 1978.Foto: Beetle 1303 Satuan Pengawal (Satwal) POLRI pada apel seluruh pasukan pengamanan dari TNI dan POLRI di Parkir Timur Senayan Jakarta usai pelaksanaan Sidang Umum MPR – Maret 1978.

Pada Maret 1978, Golf (Mk I) mulai dipasarkan di Indonesia, saingannya ketika itu adalah Honda Civic. Golf 1500cc dijual dengan harga Rp 5.220.000,- (off the road) sedangkan saingannya Honda Civic 1500cc dijual dengan harga Rp 4.350.000,- Guna menarik perhatian umum, PT. Garuda Mataram secara simbolis menyerahkan 6 unit kepada DPR RI. Diadakannya pula sayembara foto dengan dukungan PWI. Dalam hal publikasi, di halaman koran Jakarta telah berkali-kali muncul satu kata saja: GOLF.

Foto: Anggota DPR-RI melihat-lihat VW Golf S yang baru dipasarkan PT. Garuda Mataram Motor Co. pada Maret 1978 di sebuah showroom VW di Jakarta. “VW Golf memang cakep luar dan dalam,” komentar mereka.Foto: Anggota DPR-RI melihat-lihat VW Golf S yang baru dipasarkan PT. Garuda Mataram Motor Co. pada Maret 1978 di sebuah showroom VW di Jakarta. “VW Golf memang cakep luar dan dalam,” komentar mereka.

Foto: Uji coba Golf S oleh Majalah Mobil & Motor di Jakarta.Foto: Uji coba Golf S oleh Majalah Mobil & Motor di Jakarta.

Di Jakarta Fair 1978, Golf menjadi primadona stand PT. Garuda Mataram. Menyusul kemudian Golf LS diperkenalkan pada Oktober 1978, dengan interior, peforma, dan penampilan yang lebih menarik dari Golf S. Mesin Golf kemudian ditingkatkan dari 1500cc menjadi 1600cc.

Sayangnya Golf muncul disaat pasar sedan sedang lesu, karena pasar dipengaruhi program Pemerintah Indonesia yang menggalakan sektor produksi kendaraan niaga dan menetapkan pajak yang lebih tinggi untuk kendaraan penumpang. Sekitar 2.000 unit Golf LS dan S diproduksi selama 2 tahun sebelum akhirnya discontinued.

Wakil Gubernur DKI Jakarta H.A. Wiriadinata pada 15 November 1978 bertempat di Balaikota telah menyerahkan 5 unit sedan VW Golf sumbangan Pemerintah DKI Jakarta kepada KOMDAK Metro Jaya. Diterima oleh Kastaf KOMDAK Metro Jaya Kol. Jansen Ibrahim Silaen. Setelah selesai acara penyerahan dilanjutkan dengan pemeriksaan ke-5 unit mobil tersebut.

Foto: Pemeriksaan ke-5 unit sedan Golf setelah acara penyerahan di halaman Balaikota DKI Jakarta.Foto: Pemeriksaan ke-5 unit sedan Golf setelah acara penyerahan di halaman Balaikota DKI Jakarta.

Akibat adanya perubahan selera pasar, Safari model Hardtop resmi ditawarkan PT. Garuda Mataram sebagai strategi untuk meningkatkan penjualan yang turun dan menghabiskan sisa stock yang ada. Departemen Perhubungan RI dan Badan Meteorologi & Geofisika adalah dua instansi pemerintah yang banyak menggunakan Safari model ini.

Sayangnya pada akhir 1978, produksi Safari dihentikan. Berdasarkan data Volkswagen AG, PT. German Motor Manufacturing telah meng-assembling 5.988 kit CKD Safari sejak 1972 s/d 1978. Pada produksi 1978 ini, Safari menggunakan sisa stock gearbox ex-1303, membuat tarikannya lebih kencang dibandingkan sebelumnya.

Proyek pembuatan MITRA akhirnya dihentikan, karena kerugian yang dirasakan PT. Garuda Mataram begitu besar, akibat penjualan yang tidak sesuai dengan harapan. Mobil MITRA yang berhasil dijual hanya berjumlah sekitar 900 unit, hampir semua ke sektor Pemerintah. Kurang lakunya MITRA, jika dibandingkan dengan pesaing terdekatnya Toyota Kijang, akibat adanya perbedaan kualitas dalam sekali pandang antara MITRA yang satu dengan yang lain. Hal ini dapat dimaklumi karena pihak perakit hanya menyediakan mesin lengkap dengan transmisi, chassis, komponen kemudi roda dan sistim kelistrikannya, sedangkan kualitas pengerjaan bodi dan lainnya tergantung pada perusahaan karoseri mana yang ditunjuk. Stock MITRA yang belum terjual menumpuk di beberapa dealer VW, antara lain seperti yang terjadi di Medan dan Makassar.

Permasalahan kemudian muncul, karena PT. Garuda Mataram didera persoalan keuangan, membuat PT. German Motor Manufacturing di tahun 1978 harus berjuang karena kurangnya pasokan bahan baku hingga kerugian produksi dan tidak bisa menepati janji pengiriman produk. Selain hilangnya pick-up dari portofolio produk dan delivery van (di tahun 1977 akibat proyek MITRA), dua jenis mobil yang paling populer di Indonesia. Sehingga penjualan VW turun dari 3.317 unit di tahun 1975 menjadi 1.042 unit di tahun 1978.

Foto: Ambulance (Delivery Van) milik PT. Jasa Marga daerah operasi Tol Jagorawi.Foto: Ambulance (Delivery Van) milik PT. Jasa Marga daerah operasi Tol Jagorawi.

Selain itu, Pemerintah Indonesia mengumumkan perluasan daerah pelabuhan Tanjung Priok – lokasi pabrik perakitan harus dipindahkan. Ini adalah serangkaian takdir bagi para Wolfsburg (lihat nasib VW tutup di beberapa negara). Relokasi sebuah pabrik tidak sepadan untuk Volkswagen AG, sehingga perakitan VW dihentikan pada bulan Juni 1979, Dewan Pengawas (Supervisory Board) menyetujui akuisisi saham di PT. German Motor Manufacturing yang dimiliki oleh Volkswagen AG oleh Daimler-Benz AG dan DEG-Jerman Barat (Deutsche Entwicklungsgesellschaft) pada November 1979.

Perakitan VW di PT. German Motor Manufacturing dianggap sudah tidak layak lagi, juga akibat persaingan dengan merk Jepang. Setelah saham Volkswagen AG diakuisisi oleh Daimler-Benz AG, PT. German Motor Manufacturing kemudian memindahkan pabriknya ke Desa Wanaherang, Gunung Putri, Bogor sebagai lokasi baru menggantikan pabrik lama di Tanjung Priok.

Foto: Combi/Microbus, Safari, Passat & Beetle di kemacetan Jalan M.H. Thamrin, Jakarta pada 1979.Foto: Combi/Microbus, Safari, Passat & Beetle di kemacetan Jalan M.H. Thamrin, Jakarta pada 1979.

Di Jerman, model Combi/Microbus dihentikan produksinya terhitung sejak Juli 1979. Untuk tetap bisa memenuhi kontrak pesanan Pemerintah Indonesia, PT. Garuda Mataram sejak Juni 1979 mulai meng-assembling dan memasarkan Combi asal Brasil. Kit CKD didatangkan dari pabrik VW di Sao Bernando do Campo, Brasil. Sebagian komponen (30%) mengunakan produk lokal, termasuk kaca-kaca, interior dan kursi. Model yang ditawarkan Deluxe, Standard dan Ambulance. Penandatangan MoU antara PT. Garuda Mataram dan Volkswagen do Brasil dilaksanakan di Brasil dan perwakilan Indonesia yang berangkat ketika itu adalah Sofyan Wanandi didampingi oleh Wiyogo Atmodarminto (dari KOSTRAD).

Foto: Combi asal Brasil.Foto: Combi asal Brasil.

Proses assembling Combi asal Brasil, yang sebelumnya sempat dirakit di PT. German Motor Manufacturing, kemudian dialihkan ke fasilitas perakitan umum PT. Indonesia Service Company milik Hasyim Ning. Stock Safari dan MITRA produksi 1978, serta Combi/Microbus dan Golf produksi 1979 masih dijual PT. Garuda Mataram sampai akhir 1980 (ada yang terjual di awal 1981).

Foto: Brand new Safari yang dikirim dari Jakarta, tiba di Bali (Oktober 1980). Proses pengiriman biasanya dengan dikendarai langsung lewat jalan darat, dengan kondisi wheel dop dan kaca spion orisinal dilepas. Sedangkan Safari pada saat itu mulai populer digunakan untuk mobil pariwisata di Bali.Foto: Brand new Safari yang dikirim dari Jakarta, tiba di Bali (Oktober 1980). Proses pengiriman biasanya dengan dikendarai langsung lewat jalan darat, dengan kondisi wheel dop dan kaca spion orisinal dilepas. Sedangkan Safari pada saat itu mulai populer digunakan untuk mobil pariwisata di Bali.

Pada 15 Agustus 1980, simposium tentang alkohol sebagai bahan bakar alternatif untuk pertama kalinya diselenggarakan di Indonesia. Kegiatan ini dilaksanakan di Hotel Hilton, Jakarta, yang dihadiri oleh Dubes Brasil – Jorge de Sa Almeida, Dubes Jerman Barat – Dr. Hallier, Manajer Ekspor Volkswagen do Brasil – Hazi, Manajer Ekspor Volkswagen AG – Reinstein dan pimpinan PT. Garuda Mataram, importir tunggal VW di Indonesia.

Foto: Prof. Dr. Ir. B.J. Habibie berbincang-bincang dengan para pejabat VW dan Dubes.Foto: Prof. Dr. Ir. B.J. Habibie berbincang-bincang dengan para pejabat VW dan Dubes.

Simposium ini diselenggarakan atas kerjasama di bawah pengawasan Menteri Negara Riset dan Teknologi yang mendelegasikannya kepada BPPT (Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi). Dalam kesempatan itu Menteri Negara Riset dan Teknologi – Prof. Dr. Ir. B.J. Habibie telah secara serius berbincang-bincang dengan para pejabat Volkswagen tersebut. Bahkan dalam simposium ini diperagakan sebuah mobil Passat buatan Brasil yang sepenuhnya menggunakan bahan bakar alkohol, untuk kemungkinan dapat dikembangkan pula di Indonesia.

Foto: Passat buatan Brasil yang sepenuhnya menggunakan bahan bakar alkohol.Foto: Passat buatan Brasil yang sepenuhnya menggunakan bahan bakar alkohol.

Beberapa waktu berselang, Presiden Soeharto menerima mobil Passat yang menggunakan bahan bakar alkohol itu di Bina Graha. Presiden Soeharto mencoba mobil itu di halaman Istana Negara dan Bina Graha, kemudian mobil tersebut diserahkan kembali kepada Menristek untuk penelitian lebih lanjut.

Pada September 1980, Maxi Taxi berbasis Combi Brasil ditawarkan untuk mengatasi persoalan ruang kendaraan kurang luas yang dihadapi sebagian penumpang taksi di Jakarta. Sebab sering terjadi sebuah taksi mengangkut penumpang sampai 8 orang. Hal ini dapat disaksikan setiap hari di stasiun kereta api dan bis, pelabuhan udara dan laut, atau pada saat-saat tertentu, misalnya pada saat hari raya Lebaran. Padahal taksi hanya boleh mengangkut 4 orang penumpang. Karena dimasukkan sebagai kendaraan komersial, Combi ini tidak dikenakan bea masuk. Dengan demikian Maxi Taxi dapat dijual dengan harga murah, hanya Rp. 5.967.000 (kosong) sudah termasuk argometer. Maxi Taxi di pajang di showroom VW, sayangnya tidak mendapat sambutan dari perusahaan taksi di Jakarta.

Foto: Maxi Taxi berbasis Combi Brasil.Foto: Maxi Taxi berbasis Combi Brasil.

Dalam rangka mempromosikan Combi asal Brasil, sejak 30 November 1980, PT. Garuda Mataram menyelenggarakan tour Caravan VW ’80 keliling kota-kota di seluruh pulau Jawa dan Bali selama 1 bulan. Di setiap kota, diadakan pameran “Volkswagen Do Brasil 80”.

Foto: Pameran "Volkswagen Do Brasil 80" yang berlangsung di Grand Hotel Cirebon pada siang yang terik, mendapat perhatian Wakil Walikota Cirebon, Sudjatmo, SH. "Saya mau mencoba Safari ini," katanya sambil ia memegang setir kendaraan itu yang didampingi oleh Willy H.S., Direktur PT. Cirebon Motor, dealer VW yang berkedudukan di Jl. Kesepuhan 3, Cirebon.Foto: Pameran “Volkswagen Do Brasil 80” yang berlangsung di Grand Hotel Cirebon pada siang yang terik, mendapat perhatian Wakil Walikota Cirebon, Sudjatmo, SH. “Saya mau mencoba Safari ini,” katanya sambil ia memegang setir kendaraan itu yang didampingi oleh Willy H.S., Direktur PT. Cirebon Motor, dealer VW yang berkedudukan di Jl. Kesepuhan 3, Cirebon.

Produksi VW sekarang mencapai 2.000 unit setahun. Sejumlah 60% disalurkan sendiri oleh PT. Garuda Mataram untuk memenuhi pesanan Pemerintah, sedangkan 40% sisanya melalui para dealer untuk konsumen umum. Dealer VW terbesar adalah “Super Putera” di Jakarta, yang dapat menyerap sekitar 25% dari jatah para dealer di seluruh Indonesia.

Pada 13 Oktober 1981, berdiri Volkswagen Van Club (VVC) di Jakarta, perkumpulan penggemar khusus VW Combi di Indonesia. Terdaftar 30 orang anggota, 19 mobil Combi Jerman dengan Ketua Umum, Drs. Atok Sunarto.

Di tahun 1981 dan 1982, VW berhasil meraih angka penjualan 2.000 unit per tahun. Penjualan terbesar ke sektor pemerintah.

Foto: Combi Brasil terlihat lalu lalang di ruas-ruas jalan Jakarta.Foto: Combi Brasil terlihat lalu lalang di ruas-ruas jalan Jakarta.

Pada 6 Mei 1982, berdiri Volkswagen Club Bandung (VCB) di Bandung. Terdaftar 40 orang anggota, 31 mobil VW (12 Beetle & 19 Combi Jerman) dengan Ketua, Helmi Sarosa.

Pada 6 Juni 1982, berdiri Volkswagen Beetle Club (VBC) di Jakarta. Terdaftar 30 mobil Beetle sebagai anggota dengan Ketua, Muhanto Hatta.

20 unit VW LT berpenggerak 4×4 diimpor pada 1982 untuk mobil OB Van di 10 Stasiun Produksi Keliling TVRI di 10 propinsi di Indonesia. Setiap TVRI daerah mendapat 2 unit mobil, 1 unit berfungsi sebagai mobil Sub Control (ruang kontrol) dan 1 unit lagi sebagai mobil Generator (genset dan tempat peralatan, total seberat + 4 ton). Dimensi VW LT lebih besar dari Vanagon. Sebelum disebar ke daerah, pengemudinya mendapat training khusus dari orang VW Jerman.

Pada 1983, angin resesi akhirnya menyambar sektor industri otomotif Indonesia, setelah terlebih dahulu mengenai sektor industri tekstil dan elektronik (Knop. 15) berkaitan dengan kenaikan harga solar dari Rp 85 menjadi Rp 145 per liter. Pemerintah dalam usaha menekan pengeluaran secara berlebihan, untuk tahun anggaran 1983/1984 memutuskan tidak membeli mobil dinas baru. Bahkan pemegang kendaraan plat merah dianjurkan untuk membeli mobil yang dipakainya. Merk VW, yang sebagian besar pasarnya berada di sektor pemerintah, terpukul hebat. PT. Garuda Mataram terpaksa menargetkan volume penjualan merk mobilnya tahun 1983 hanya 500 unit untuk mencapai titik impas.

Pada 1984, model Clipper diperkenalkan, sebagai strategi untuk menaikan penjualan VW yang turun di tahun 1983.

Foto: Clipper, dilengkapi fitur berlimpah, seperti: AC, radio cassette, disc brakes, dual circuits, reclining seats, head rest, safety belts, sliding windows, radial tyres, rust-proof.Foto: Clipper, dilengkapi fitur berlimpah, seperti: AC, radio cassette, disc brakes, dual circuits, reclining seats, head rest, safety belts, sliding windows, radial tyres, rust-proof.

Tak hanya di Jakarta dan Bandung, di beberapa kota besar khususnya di Jawa, muncul klub-klub penggemar VW, antara lain Surabaya, Yogyakarta dan Semarang. Diawali pada 15 Maret 1984, berdiri Volkswagen Club Surabaya (VCS) di Surabaya. Menyusul pada 18 April 1984, berdiri Volkswagen Club Yogyakarta (VCY) di Yogyakarta, dengan 5 orang anggota pertama. Dan setahun kemudian, pada 21 Desember 1985, berdiri Volkswagen Semarang Club (VSC) di Semarang.

Pada 1985, 1 unit Golf (Mk I) Cabriolet diimpor oleh PT. Garuda Mataram.

PT. Garuda Mataram memperkenalkan Vanagon sebagai usaha untuk menyelamatkan merk VW. Sejumlah unit Vanagon diimpor untuk PT. Telekomunikasi Indonesia (TELKOM). Rencananya tipe ini akan dirakit dalam jumlah terbatas dan dipasarkan di Indonesia. Rencana ini akhirnya dibatalkan, perusahaan (PT. Garuda Mataram) banyak didera persoalan keuangan dan ini sebenarnya mulai dirasakan sejak tahun 1978.

Perusahaan mulai melakukan langkah-langkah penyelamatan, diantaranya dengan melalui pengurangan pegawai secara bertahap dan perampingan organisasi. Sejumlah pegawai diminta untuk mengundurkan diri dan diberi pesangon.

 

Akhir 1986, VW yang dikemudikan PT. Garuda Mataram, sudah tidak berkutik lagi menghadapi serbuan mobil Jepang. Ini tampak pada produksinya dua tahun terakhir, 1985 dan 1986, yang masing-masing hanya 1.000 unit.

Pada 1987, produksi Combi dihentikan. Praktis VW tidak dibuat lagi di Indonesia. Maklum, dengan semakin menguatnya mata uang Mark Jerman, 70% komponen yang diimpor pun menjadi semakin mahal. Hitung-hitung jatuhnya bisa Rp 10 juta per unit. Itu baru biaya pembelian komponen plus ongkos produksi. Padahal, harga jual Combi – terakhir memang hanya jenis Combi yang diproduksi – tak pernah bergeser dari angka Rp 12 juta. Selama dua tahun terakhir, Garuda Mataram rugi hampir Rp 5 milyar. Akhirnya PT. Garuda Mataram menghentikan seluruh kegiatannya dengan hutang yang menumpuk milyaran rupiah.

Pada September 1987, Indomobil Group mengambil alih saham PT. Garuda Mataram sebesar 76%. Soebronto Laras lalu menggantikan Sofyan Wanandi, sedangkan Presiden Komisaris tetap dikendalikan Panglima KOSTRAD yakni Wismoyo Arismunandar ketika itu. Nama PT. Garuda Mataram Motor Company kemudian berubah menjadi hanya PT. Garuda Mataram Motor.

Foto: Mobil Pos Keliling milik Kantor Pos dan Giro Bengkulu sedang melayani masyarakat setempat di tahun 1988.Foto: Mobil Pos Keliling milik Kantor Pos dan Giro Bengkulu sedang melayani masyarakat setempat di tahun 1988.

Walau telah berganti pemilik dan pimpinan, nasib VW tetap masih redup. Utangnya yang bernilai ratusan miliar rupiah tak terlunaskan. Perusahaan tetap berdiri namun tak ada aktifitas karena tak ada modal untuk mendatangkan model baru.

Selama masa kekosongan produk VW di Indonesia, antusiasme masyarakat terhadap VW tetap tinggi, terbukti maraknya klub-klub VW di Indonesia dengan berbagai kegiatannya. Namun sayang Indomobil melihat dari kacamata bisnis, kondisi waktu itu kurang ideal untuk memasukkan VW kembali ke Indonesia. Antusiasme masyarakat terhadap VW ketika itu tidak mencerminkan kondisi pasar yang sesungguhnya.

Pada 1992, setelah sekian lama absen di ruas-ruas jalan di Indonesia, VW baru hadir kembali lewat Caravelle yang dijadikan salah satu mobil untuk mengangkut delegasi tamu negara peserta Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Gerakan Non Blok. Namun, jumlahnya saat itu sangat terbatas, hanya 210 unit. Caravelle dimasukkan bersama-sama dengan Mercedes Benz 300 SEL, Nissan Presiden, Volvo 960, Nissan Cedric, dan Nissan Patrol. Spesifikasinya, mesin berkapasitas 2.500cc 5 silinder bensin dengan transmisi manual dan berpenggerak roda depan. Kapasitas angkutnya 8 orang dan belum menggunakan jok kulit.

Foto: Caravelle untuk KTT Non Blok 1992.Foto: Caravelle untuk KTT Non Blok 1992.

Setelah KTT Non Blok berakhir, mobil-mobil itu dijual kepada umum sehingga mulailah Caravelle terlihat lalu lalang di ruas-ruas jalan Jakarta.

Dari tahun ke tahun, terlihat peningkatan penggemar VW di Indonesia. Pada 1993, dalam event bersama VW di Bali, 12 klub penggemar VW di Indonesia sepakat membuat suatu induk organisasi. Organisasi Pusat, yang dibentuk itu kemudian diberi nama “ Volkswagen Indonesia” (VI), dengan Ketua, Siswo Semedi.

Visi dan Misi Volkswagen Indonesia (VI) sebagai organisasi sosial dan hobby yang berazaskan kebersamaan, gotong royong, dan cinta persatuan adalah mengkoordinir kegiatan klub-klub yang ada di Indonesia agar lebih terarah, terencana dan membangun rasa kebersamaan sebagai komunitas satu hobby.

Foto: Rekor 1.000 VW di Sirkuit Sentul 1994, tercatat di Museum Rekor Indonesia (MURI).Foto: Rekor 1.000 VW di Sirkuit Sentul 1994, tercatat di Museum Rekor Indonesia (MURI).

Pada 1994, Caravelle dalam jumlah terbatas (200 unit model chassis panjang) kembali didatangkan untuk fungsi yang sama pada Pertemuan Pemimpin Ekonomi APEC. Saat itu, Caravelle masuk bersama-sama dengan Mercedes Benz S600 V12, BMW 740i, Nissan Infinity, Nissan Patrol, dan Mercedes Benz C-36. (©Reza J.F. Warouw)

Artikel Sebelumnya :

Sejarah Panjang Mobil Volkswagen Di Indonesia (Part I, Era Orde Lama)

Sejarah Panjang Mobil Volkswagen Di Indonesia (Part III, Era Reformasi)

3 thoughts on “Sejarah Panjang Mobil Volkswagen Di Indonesia (Part II, Era Orde Baru)

Komentar

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.