Dear pembaca semua, bahasan sejarah otomotif merupakan salah satu bahasan favorit bagi awansan, well beberapa waktu lalu awansan berinisiatif untuk mengumpulkan sumber ttg masuknya industri otomotif Jepang di Indonesia, dan tanpa dinyana menemukan artikel yang cukup lengkap, so just enjoy it 😀 .
Tahun 70-an, jalanan kota-kota di Nusantara belum seramai sekarang. Populasi mobil belum banyak. Hanya orang-orang super kaya dan pemerintah yang mampu memiliki mobil kala itu.
Dari jumlah mobil yang sedikit itu, merek-merek Eropa mendominasi. Ada Fiat yang mulai masuk ke Indonesia sejak 1952. Atau, Mercedes-Benz yang sejak 1950 telah memiliki pabrik perakitan sedan di Bandung. Ada pula Volkswagen yang mulai didatangkan ke Indonesia sejak 1960.
Beberapa mobil asal Rusia, seperti Moskvitz (Moskwitch) dan Lada pun turut meramaikan pasar mobil Nusantara, meskipun tak lama. Sejak kebijakan luar negeri bergeser ke Barat, impor mobil asal Rusia dan Eropa Timur pun dihentikan.
Namun, tak dinyana, dominasi mobil Eropa kala itu bakal segera berakhir. Posisinya tergusur oleh pendatang baru yang awalnya dianggap ringkih, mobil Jepang. Sebutan “blek kerupuk” bahkan sempat disematkan pada mobil-mobil asal Negeri Matahari Terbit ini lantaran bunyinya yang nyaring saat diketuk. Mirip kaleng kerupuk.
James Luhulima, penulis Sejarah Mobil & Kisah Kehadiran Mobil di Negeri Ini, menyebutkan mobil Jepang pertama yang masuk ke Nusantara adalah Toyota Land Cruiser. Mobil ini memiliki atap berupa canvas atau terpal. Karena itu, sebutan jip Toyota canvas lebih dikenal masyarakat.

“Saat itu, sebanyak 100 jip Toyota canvas didatangkan oleh Departemen Transmigrasi, Koperasi dan Pembangunan Masyarakat Desa yang akan mengadakan Musyawarah Nasional Koperasi di Surabaya,” tulis James dalam bukunya.
Kepala Biro Perlengkapan dan Pembelian Departemen Transmigrasi, Koperasi dan Pembangunan Masyarakat Desa (1961—1964) Jong Soemadijo mengungkapkan, ia diberi tugas oleh Menteri Transmigrasi, Koperasi dan Pembangunan Masyarakat Desa Mayor Jenderal Achmadi untuk membeli 100 jip. Nantinya, jip-jip itu akan dibagikan kepada instansi-instansi koperasi di seluruh Indonesia pada saat penyelenggaraan Musyawarah Nasional Koperasi di Surabaya.
Anggaran yang mepet membuat Jong Soemadijo menjatuhkan pilihan pada Toyota Land Cruiser. Maklum, mobil ini dijual dengan harga paling murah di pasaran jip kala itu. Pada 1961, per unit Toyota Land Cruiser ini dibandrol dengan harga Rp112.000, sementara pesaingnya memiliki harga yang jauh di atas itu.
Jip Willys asal Amerika Serikat misalnya, kala itu dijual dengan harga Rp350.000. Jip Land Rover asal Inggris bahkan dihargai lebih mahal lagi, yakni Rp450.000 per unit.
Jip Toyota canvas ini bukan satu-satunya mobil Jepang yang masuk ke Indonesia pada 1961. Di tahun yang sama, masuklah sedan Toyota, yakni Toyopet Tiara.

Tak ada data mengenai pihak yang menjadi importir awalnya. Namun, iklan yang dipasang kala itu membuat mendiang AH Budi, pendiri Nasmoco Grup, tertarik untuk membelinya. Ia pun pergi ke Jakarta untuk mendapatkan mobil itu.
Mobil yang ia beli dengan harga Rp380 ribu itu langsung dikendarai untuk kembali ke Semarang, Jawa Tengah. Mobil dengan mesin berkapasitas 1.500 cc itu dinilai memiliki performa andal menempuh jarak hingga 500 kilometer. Bahan bakar yang diperlukan pun terhitung irit saat itu, yakni 12-14 kilometer untuk tiap liternya. AH Budi yang kepincut pun menggandeng rekan-rekannya untuk mendirikan PT Ratna Dewi Motor Coy guna memasarkan mobil-mobil buatan Jepang.

Di tahun berikutnya, tepatnya Juli 1962, masuklah mobil Jepang lainnya, yaitu Daihatsu Midget. Kendaraan beroda tiga ini diimpor dan dirakit oleh PT Pabrik Diesel dan Traktor miliki Tayeb Mohammad Gobel yang berlokasi di Cawang, Jakarta Timur.
Perakitan mobil ini dilakukan untuk kendaraan angkutan umum untuk menyukseskan penyelenggaraan Asian Games IV di Jakarta yang digelar 24 Agustus—4 September 1962.
Dari buku James Luhulima, disebutkan kehadiran bemo kemudian disusul Mazda 600, yang kemudian dikenal dengan nama Mazda Kotak dan jip Nissan Patrol. Pada waktu itu sebenarnya ada jip asal Rusia GAZ yang juga masuk ke Indonesia. Namun, kompetitor dari Negeri Beruang Putih ini tak bertahan lama.
Ruas jalanan di Nusantara pun makin ramai dengan berbagai merek Jepang. Selain Toyota, Daihatsu, Mazda dan Nissan yang sempat menggunakan nama Datsun, merek lainnya pun mencoba peruntungan di Tanah Air. Ada Mitsubishi, Suzuki dan Subaru yang masuk kemudian.
1969, pemerintah menerbitkan kebijakan baru yang membuat mobil-mobil Jepang makin berkibar. Aturan yang dikeluarkan pemerintah ini mengharuskan perusahaan pembuat mobil dari luar negeri yang ingin memasarkan produknya di Indonesia untuk mendirikan agen tunggal pemegang merek (ATPM).
Dalam rangka mendorong pembangunan industri otomotif lokal, pemerintah melarang impor mobil CBU secara bertahap. Mobil haruslah dirakit di Indonesia. Impor CBU secara total dilarang pada 1974.
“Pada saat itu di era tahun 70-an, pemerintah mulailah memikirkan untuk membuat produk dalam negeri untuk kendaraan bermotor. Keluarlah yang namanya peraturan pemerintah yang mendorong buat mobil dalam negeri, yang didasari kendaraan niaga,” ujar Jongkie.
Peraturan ini pun langsung mendapatkan respon dari perusahaan pembuat mobil yang menjadikan Indonesia sebagai pasar. Menurut James, pada tahun itu juga berdiri PT Udatimex yang memasarkan mobil Holden asal Australia. William Suryadjaja pun mendirikan PT Astra Internasional untuk merakit truk Chevrolet.
Bisnis Astra di dunia otomotif diawali dengan menyuntikkan dana di pabrik eks General Motors (GM) yang diakuisisi pemerintah. Sejak diakuisisi ini, nama yang digunakan tetap GM, hanya saja bukan lagi General Motors, melainkan Gaja Motor (Gaya Motor).
Pada tahun berikutnya, berdiri lah PT Garmak Motor (Chevrolet) dan PT Star Motor (Mercedes Benz). Pendirian pabrik perakit mobil ini berlanjut di tahun berikutnya. Pada 1971, berdiri PT Imora Motor (Honda), PT Toyota Astra Motor (Toyota) dan PT Garuda Mataram Motor (Volkswagen).
PT Multi France yang menjadi APTM dari dua merek mobil Perancis, Peugeot dan Renault, menyusul kemudian. Tepatnya pada 1972. Satu tahun sesudahnya berdiri PT Indomobil Utama (Suzuki) dan PT Krama Yudha Tiga Berlian (Mitsubishi).
Merek Jepang lainya mengikuti. Yakni pada 1974, Isuzu mendirikan PT Pantja Motor, sementara Nissan mendirikan PT Indokaya.
Jongkie menambahkan, kebijakan pemerintah yang mengarah pada pertumbuhan industri mobil niaga direspon produsen Jepang dengan berbagai produk berbentuk semacam pikap. Jenis mobil ini pun kemudian dikembangkan menjadi angkutan manusia atau kemudian lebih tenar dengan sebutan angkot (angkutan kota).
“Era 70-an inilah pikap-pikap itu mulai bermunculan. Pikap itu kan disebutnya KBNS, kendaran bermotor niaga sederhana,” katanya.
Hal ini yang mendorong produsen Jepang berkembang pesat saat itu. Aturan ini, sebut Jongkie, sebagai cikal bakal investasi Jepang di industri mobil di Indonesia.
Sementara itu, pabrikan Eropa dan Amerika yang tak memiliki jenis kendaraan bermotor niaga tak mampu memenangkan persaingan.
“Nah, Amerika, Eropa, Australia, tidak punya produk semacam dan sejenis itu. Akibatnya mereka mulai tersingkir. Hanya khusus untuk mobil yang lux saja, mereka masih bisa ikut berkiprah di Indonesia,” katanya.
Larangan total impor CBU dinilai Jongkie semakin menenggelamkan pemain Eropa dan Amerika. Mobil-mobil yang tadinya dianggap lebih kuat dibandingkan mobil Jepang perlahan mulai kalah jumlah. Hingga kini mereka pun terpaksa takluk pada dominasi otomotif Jepang di Indonesia.
“Lalu, datanglah mulai sedan-sedan sederhana yang diproduksi juga di dalam negeri, dirakit di dalam negeri. Itulah ceritanya mengapa Jepang bisa menguasai pasar 98% hari ini. Karena merekalah yang berinvestasi awal di tahun 70-an tadi,” pungkas Jongkie
Source : https://www.validnews.id/Berbekal-Kendaraan-Niaga–Jepang-Gusur-Mobil-Eropa-GBb
Nice!
LikeLike