Assalaamualaikum bro sist, dahulu awb pernah membuat artikel tentang sejarah bus ini, bagi yang belum membaca bisa dibaca disini
Nah kemarin awb iseng ubek ubek arsip perpustakaan Nasional Indonesia dan nemu brosur ini, well bagai ketiban durian runtuh saking senengnya.
Fyi bagi yang belum tau, bus robur ini merupakan salah satu bus yang sempat berjaya di tahun 1960 – 1970an, setahu awb ribuan bus ini masuk ke Indonesia dan digunakan sebagai bus di berbagai kota besar di Indonesia, di Indonesia Bus Robur lebih dikenal dengan sebutan Bus Tavip atau Bus Roti Tawar.
Dari brosur inilah dapat diketahui bahwa importir bus ini adalah PT Imermotors Djakarta, sedangkan eksportir dari Jerman adalah Transportmaschinen.
Bus yang diimpor adalah Robur LO 2500 B, yang berkapasitas 29 orang, bus ini ditenagai dengan mesin bensin 4 tak yang mampu menghasilkan tenaga maksimal hingga 70 HP, uniknya adalah mesin ini tidak perlu radiator karena pendinginannya masih menggunakan udara 😁.
awansan.com – Pembaca yang budiman, di tahun Pada era 60an, Indonesia sangat dekat negara – negara dengan blok timur, maka tak heran jika kemudian banyak kendaraan yang di datangkan dari negara tersebut, salah satunya adalah bus Robur Lo 2500 , merk ini mungkin sangat asing di telinga kita, tapi siapa sangka ternyata bus ini pernah merajai jalanan ibu kota Jakarta pada masa rezim orde lama.
Well Robur sendiri adalah merk bus dan truk yang berasal dari negara Jerman Timur, nama asli pabriknya adalah Volkseigener Betrieb VEB Robur-Werke Zittau, sanga sulit diucapkan oleh kita yang berlidah Indonesia 😆
Bus Robur bertuliskan TAVIP . Dok Kompas
Bus Robur mulai masuk Indonesia pada era 60an, ketika diadakan evet GANEFO , berdasarkan penelusuran awansan Jumlah Bus Robur yang masuk Indonesia ada sekitar 2000 unit dalam bentuk cbu ckd, tercatat 950 unit bus ini kemudian dirakit di Surabaya. Kedatangan pertama pada bulan Juli dan Agustus 1965, sebanyak 200 badan (body) bus Robur kiriman tahap pertama diberangkatkan dari pabriknya di Kota Halle, Jerman Timur.
Importir bus ini adalah PT Imermotors Djakarta, sedangkan eksportir dari Jerman adalah Transportmaschinen , Bus Robur yang masuk Indonesia bertipe Robur LO 2500 dengan kapsitas penumpang 29 orang, uniknya lagi karena ini diimpor dari Eropa, letak stirnya masih di kiri , bukan di kanan seperti lazimnya kendaraan di Indonesia, harga per unit bus robur adalah sekitar 100.000 rupiah .
Untuk urusan mesin , Robur Lo 2500 masih menggunakan mesin bensin 4 tak, dengan konfigurasi 4 silinder inline, mesin ini mampu menghasilkan tenaga maksimal hingga 70 ps, uniknya bus ini tidak memiliki radiator karena mesinnya masih bertipe air cooled, dengan kapasitas bahan bakar hanya 10 liter, kebayang kan berapa kali bus ini harus bolak balik ke pom tiap harinya.
Ciri khas lain dari Bus Robur adalah bentuknya yang sangat unik, khas bus masa lalu dengan body penuh lengkungan, layaknya roti yang sering kita makan 😆 .
Khusus untuk Jakarta, Bus ini dikelola oleh PT Tavip dan mulai beroperasi sejak tahun 1967, Tavip sendiri merupakan salah satu jargon revolusi yang digaungkan oleh Soekarno pada masa tersebut, (Tavip=Tahun Vivere Pericoloso, Tahun Menyerempet Bahaya). Beberapa Trayek yang dilalui bus robur adalah Grogol-Lapangan Banteng, Jembatan Semanggi-Harmoni-Lapangan Banteng, dan Rawamangun-Salemba-Lapangan Banteng.
Selain untuk bus kota Jakarta , bus Robur ini juga disalurkan secara bertahap ke ke daerah-daerah lain seperti Jatim, Jateng, Makasar, Aceh, Yogyakarta, dan lain-lain, bus ini juga digunakan oleh beberapa Instansi Pemerintah sebagai kendaraan operasional dinas.
Semua kendaraan ada masanya, begitu pula dengan bus Robur, sayangnya bus ini tidak mampu bertahan lama di Indonesia , salah satunya karena haluan politik Indonesia yang kemudian berubah menjauhi blok timur, perlahan bus bus produk timur seperti robur dan ikarus pun terbengkalai karena sulitnya suku cadang, akhirnya pada awal 70 – 80an bus ini mulai digantikan dengan Bus Dodge bantuan USAID dan Bus Mercy dari Jerman.
sumber : kompas.com Indonesia tempo dulu Google wikipedia